MUI TIDAK TEPAT FATWA BBM SUBSIDI, SUBSIDI BBM BISA LEWAT KTP ELEKTRONIK
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berencana untuk menggandeng Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk mengeluarkan fatwa terkait dengan penghematan subsidi bahan bakar minyak (BBM). Setahu penulis, fatwa MUI itu bisa dikeluarkan untuk hal-hal yang menyangkut ibadah umat muslim. Kalau menyangkut penerapan kebijakan pemerintah untuk masyarakat Indonesia secara keseluruhan, rasanya hal ini tidak tepat sasaran.
Penulis setuju dengan Editorial Koran Tempo 30 Juni 2011 yang menyatakan bahwa mengeluarkan fatwa memang menjadi bagian dari MUI. Banyak persoalan agama yang mungkin membutuhkan bimbingan ulama. Tapi sangat berlebihan jika hal yang amat jauh hubungannya dengan agama dibawa-bawa ke meja fatwa. Apalagi sampai menyebut membeli BBM bersubsidi sebagai “dosa”—sebuah penilaian yang sesungguhnya menjadi domain Tuhan.
Seruan pemerintah agar orang kaya untuk tidak membeli bensin bersubsidi, baik lewat kampanye spanduk dan apabila nanti muncul fatwa MUI tidaklah efektif. Tergantung kesadaran masing-masing untuk mau atau tidaknya mengikuti seruan itu. Pada umumnya, orang cenderung mencari yang murah, dan yang bisa membeli BBM dalam kapasitas yang besar adalah orang yang punya uang.
Berdasarkan informasi dari Warta Pertamina edisi Maret 2011, ditulis, seperti diungkapkan Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional) 2008 dan Bank Dunia, subsidi BBM di Indonesia belum tepat sasaran karena sebagian besar dinimati kalangan mampu. Sekitar 25% kelompok rumah tangga dengan penghasilan (pengeluaran) per bulan tertinggi menerima alokasi subsidi sebesar 77%. Sementara kelompok 25% kelompok rumah tangga dengan penghasilan (pengeluaran) per bulan terendah hanya menerima subsidi sekitar 15%. Subdisi tahun 2010 nominalnya Rp 88 triliun. Jadi, sekitar 67,8 trilun subsidi dinikmati yang tidak berhak Subsidi yang tidak tepat sasaran menyebabkan konsumsi BBM bersubsidi over kuota.
Dapat kita simpulkan bahwa yang sebenernya kunci untuk mengatasi permasalahan ini tidaklah sekedar seruan atau fatwa MUI untuk tidak membeli BBM bersubsidi bagi orang kaya, tapi mengatur agar subsidi BBM lebih tepat sasaran.
Alur Pembayaran Subsidi BBM dari Pemerintah ke Pertamina
Sebenarnya bagaimana alur Pembayaran Subsidi BBM dari Pemerintah ke Pertamina? Berdasarkan informasi dari narasumber di Pertamina, alur Pembayaran Subsidi BBM dari Pemerintah ke Pertamina adalah seperti ini:
Katakanlah jumlah BBM bersubsidi yang disetujui oleh DPR pada tahun 2010 adalah 38,38 juta kilo liter, atau kita bulatkan saja menjadi 38 juta kilo liter. Berarti dalam 38 juta kilo liter ada sekian persen yang dibayarkan pemerintah kepada Pertamina. Namun Pemerintah tidak langsung membayarkan nominal subsidi itu kepada Pertamina pada awal tahun 2010, akan tetapi menunggu pelaksanaan konsumsi BBM oleh masyarakat selama 1 (satu) tahun 2010. Jadi selama setahun itu, Pertamina harus menutup biaya subsidi yang belum dibayarkan oleh pemerintah. Setelah 1 tahun selesai, maka berapa jumlah konsumsi BBM oleh masyarakat dapat dihitung. Namun hasil laporan keuangan Pertamina kepada pemerintah biasanya tidak langsung disetujui untuk dibayarkan. Pemerintah akan menurunkan tim audit/pemeriksa dari BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) untuk memastikan bahwa laporan yang dibuat oleh Pertamina benar dan tidak ada penyimpangan. Audit tersebut bisa berjalan sekitar 1 (satu) hingga 2 (dua) atau 3 (tiga) bulan. Jadi kita kira-kira, untuk konsumsi BBM tahun 2010, pemeriksaan dari BPK dilakukan pada bulan Januari 2011 hingga Februari 2011 atau bahkan Maret 2011. Baru kemudian pemerintah dapat memberikan anggaran subsidi BBM kepada Pertamina pada bulan Maret atau April 2011. Itu pun kalau anggaran keuangan Negara memungkinkan. Kalau belum ada pemerintah hutang dulu kepada Pertamina.
Integrasi KTP Elektronik dengan Pengaturan Subsidi Pemerintah untuk Masyarakat
Di tahun 2011, pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri akan menerapkan Kartu Tanda Penduduk berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK) atau KTP Elektronik (e-KTP). Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi memastikan warga negara Indonesia tidak perlu mengeluarkan biaya sepeser pun untuk mengurus dan mendapatkan KTP elektronik ini. "KTP ini gratis. Penduduk tak dipungut biaya sepeser pun," kata Gamawan kepada wartawan di gedung KPK, Jakarta, Senin, 24 Januari 2011.
Untuk memastikan kebijakan ini berjalan, Gamawan mengatakan sudah melayangkan surat edaran pemberitahuan kepada seluruh kepala daerah yang ada di Indonesia. Untuk diketahui, sebelum menerapkan KTP elektronik ini, Kemendagri sudah pernah melakukan uji coba penerapan di enam daerah di Indonesia, yakni Cirebon, Padang, Jembrana, Makassar, dan Yogyakarta. Diharapkan, KTP elektronik ini nantinya bisa digunakan untuk bermacam keperluan, dari pengurusan akta tanah hingga pelayanan kesehatan. Kartu indentitas ini juga ditanami chip dan dibubuhi sidik jari. E-KTP juga diharapkan dapat mengatasi masalah identitas ganda seperti yang kerap muncul saat pemilihan umum.
Kemudian, dalam Rapat Kerja Nasional Kependudukan dan Pencatatan Sipil 2011 di Jakarta, Minggu, 10 April 2011, Mendagri mengatakan, sebanyak 197 kabupaten/kota di Indonesia telah menyatakan kesiapannya melaksanakan program KTP elektronik pada tahun 2011. "Tahun ini, 2011, 197 kabupaten/kota sudah mulai menerapkan KTP elektronik dan tahun depan, 2012, 300 kabupaten/kota menerapkan KTP elektronik," kata Gamawan.
Gamawan optimistis proyek pengadaan KTP elektronik yang menelan biaya sekitar Rp 6 triliun lebih itu akan berhasil. Dia yakin target penerapan KTP elektronik di 497 kabupaten/kota pada akhir 2012 dapat terwujud. Proyek penerapan KTP elektronik ini melibatkan 15 Kementerian dan didukung oleh lembaga-lembaga terkait.
Sebagai salah satu daerah yang ditunjuk pemerintah pusat untuk menjadi pilot project penerbitan KTP elektronik, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan menerapkan kartu tanda penduduk elektronik mulai 1 Agustus 2011. Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo kepada wartawan di Jakarta, Senin, 27 Juni 2011 menyatakan, proses pendataan e-KTP akan membutuhkan waktu tiga hingga empat bulan untuk menerbitkan sekitar 7,3 juta wajib KTP. Sedangkan bagi pembuatan KTP perorangan, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil akan membutuhkan waktu satu hingga dua minggu.
Selanjutnya, Kepala Dinas Dukcapil (Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil) DKI, Purba Hutapea mengatakan Database KTP elektronik itu nantinya akan terintegrasi secara nasional sehingga diharap dapat meminimalisir adanya KTP ganda.
Berkaitan dengan permasalahan subsidi BBM yang tidak tepat sasaran, penulis rasa hal ini bisa diatasi dengan memanfaatkan sistem KTP Elektronik ini. Database mengenai siapa, orang per orang yang membutuhkan subsidi BBM bisa didapatkan dari data yang ada di KTP Elektronik. Caranya begini, bikin saja regulasi/aturan bahwa dalam pengajuan KTP Elektronik, masyarakat disyaratkan untuk menyertakan slip gaji (dan apabila ada honor tambahan dari instansinya atau penghasilan dari luar, informasinya juga wajib dicantumkan. Mungkin penghasilan tambahan itu naik turun/tidak tetap, jadi buat saja secara rata-rata per bulannya), baik yang dari unsur pemerintah seperti PNS, POLRI, TNI, & BUMN, maupun perusahaan swasta. Sedangkan untuk wiraswasta, tentunya kejujuran dan kesadaran dirinya yang dibutuhkan. Dia cukup membuat semacam surat pernyataan penghasilan rata-rata per bulan, walaupun penghasilan harian/bulanannya tidak tetap. Nah informasi ini diminta untuk di-update (diperbaharui) per tahunnya. Karena ada kemungkinan ada perubahan penghasilan.
Dari database informasi penghasilan per bulan itu, pemerintah dapat menentukan siapa yang layak untuk mendapatkan subsidi BBM. Katakanlah yang berhak untuk disubsidi adalah warga dengan penghasilan di bawah Rp. 10 juta. Ini sekedar contoh, pemerintah tentunya perlu membuat kajian untuk dapat menentukan berapa nominal yang pas/pantas.
Nah, sesudah itu tentunya setiap SPBU (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum) perlu memiliki semacam alat yang terintegrasi dengan Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri untuk dapat mengakses KTP Elektronik yang berisi informasi database masyarakat. Dengan memasukkan KTP Elektronik ke alat ini, maka dapat diketahui warga mana yang bisa mendapatkan harga BBM subsidi, sekaligus langsung tercatat jumlah liter subsidi yang harus dibayarkan oleh pemerintah kepada Pertamina. Mengenai pembelian/pengadaan alat ini tergantung kebijakan pemerintah, apakah akan dibebankan kepada pengusaha SPBU atau memberatkan keuangan Negara.
Selanjutnya, tentunya orang juga tahu, bahwa selain memberikan subsidi untuk BBM, pemerintah juga memberikan subsidi listrik (yang dibayarkan oleh pemerintah kepada Perusahaan Listrik Negara/PLN), subsidi air (yang dibayarkan oleh pemerintah kepada Perusahaan Air Minum/PAM), serta subsidi untuk kesehatan dan pendidikan. Jadi, alat untuk mengakses informasi KTP Elektronik, selain dipasang di SPBU, juga perlu dipasang di loket pembayaran listrik PLN, loket pembayaran air PAM, serta Rumah Sakit pemerintah/Puskesmas. Untuk pembayaran online/loket di luar kantor resmi PLN/PAM seperti koperasi yang sudah banyak berjalan, warga/masyarakat bisa menyebutkan Nomor Induk Kependudukan kepada petugas, yang kemudian dengan aplikasi yang ada bisa menyatakan bahwa warga/masyarakat berhak mendapat subsidi atau tidak. Kemudian otomatis secara sistem dihitungkan nominal uang yang harus dibayarkannya.
Jadi, sebenarnya solusi agar subsidi pemerintah tepat sasaran, baik untuk BBM, listrik, air, mapun di bidang kesehatan dan pendidikan sudah bisa ditemukan. Sekarang tinggal kemauan dari pemerintah untuk menerapkannya, serta perlunya masyarakat untuk memahami dan mau untuk melek teknologi. Itu saja, tidak susah sebenarnya.
Referensi:
Koran tempo edisi Kamis, 30 Juni 2011
http://www.tekmira.esdm.go.id/currentissues/?p=464
http://www.tambangnews.com/berita/utama/882-komisi-vii-setujui-tambahan-kuota-bbm-bersubsidi-2010.html
http://regional.kompas.com/read/2011/01/24/20290813/Mendagri.KTP.Elektronik.Gratis
http://www.antaranews.com/berita/1302438511/mendagri-197-kabupaten-kota-terapkan-ktp-elektronik
http://www.gatra.com/2011-06-28/versi_cetak.php?id=149575
Penulis setuju dengan Editorial Koran Tempo 30 Juni 2011 yang menyatakan bahwa mengeluarkan fatwa memang menjadi bagian dari MUI. Banyak persoalan agama yang mungkin membutuhkan bimbingan ulama. Tapi sangat berlebihan jika hal yang amat jauh hubungannya dengan agama dibawa-bawa ke meja fatwa. Apalagi sampai menyebut membeli BBM bersubsidi sebagai “dosa”—sebuah penilaian yang sesungguhnya menjadi domain Tuhan.
Seruan pemerintah agar orang kaya untuk tidak membeli bensin bersubsidi, baik lewat kampanye spanduk dan apabila nanti muncul fatwa MUI tidaklah efektif. Tergantung kesadaran masing-masing untuk mau atau tidaknya mengikuti seruan itu. Pada umumnya, orang cenderung mencari yang murah, dan yang bisa membeli BBM dalam kapasitas yang besar adalah orang yang punya uang.
Berdasarkan informasi dari Warta Pertamina edisi Maret 2011, ditulis, seperti diungkapkan Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional) 2008 dan Bank Dunia, subsidi BBM di Indonesia belum tepat sasaran karena sebagian besar dinimati kalangan mampu. Sekitar 25% kelompok rumah tangga dengan penghasilan (pengeluaran) per bulan tertinggi menerima alokasi subsidi sebesar 77%. Sementara kelompok 25% kelompok rumah tangga dengan penghasilan (pengeluaran) per bulan terendah hanya menerima subsidi sekitar 15%. Subdisi tahun 2010 nominalnya Rp 88 triliun. Jadi, sekitar 67,8 trilun subsidi dinikmati yang tidak berhak Subsidi yang tidak tepat sasaran menyebabkan konsumsi BBM bersubsidi over kuota.
Dapat kita simpulkan bahwa yang sebenernya kunci untuk mengatasi permasalahan ini tidaklah sekedar seruan atau fatwa MUI untuk tidak membeli BBM bersubsidi bagi orang kaya, tapi mengatur agar subsidi BBM lebih tepat sasaran.
Alur Pembayaran Subsidi BBM dari Pemerintah ke Pertamina
Sebenarnya bagaimana alur Pembayaran Subsidi BBM dari Pemerintah ke Pertamina? Berdasarkan informasi dari narasumber di Pertamina, alur Pembayaran Subsidi BBM dari Pemerintah ke Pertamina adalah seperti ini:
Katakanlah jumlah BBM bersubsidi yang disetujui oleh DPR pada tahun 2010 adalah 38,38 juta kilo liter, atau kita bulatkan saja menjadi 38 juta kilo liter. Berarti dalam 38 juta kilo liter ada sekian persen yang dibayarkan pemerintah kepada Pertamina. Namun Pemerintah tidak langsung membayarkan nominal subsidi itu kepada Pertamina pada awal tahun 2010, akan tetapi menunggu pelaksanaan konsumsi BBM oleh masyarakat selama 1 (satu) tahun 2010. Jadi selama setahun itu, Pertamina harus menutup biaya subsidi yang belum dibayarkan oleh pemerintah. Setelah 1 tahun selesai, maka berapa jumlah konsumsi BBM oleh masyarakat dapat dihitung. Namun hasil laporan keuangan Pertamina kepada pemerintah biasanya tidak langsung disetujui untuk dibayarkan. Pemerintah akan menurunkan tim audit/pemeriksa dari BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) untuk memastikan bahwa laporan yang dibuat oleh Pertamina benar dan tidak ada penyimpangan. Audit tersebut bisa berjalan sekitar 1 (satu) hingga 2 (dua) atau 3 (tiga) bulan. Jadi kita kira-kira, untuk konsumsi BBM tahun 2010, pemeriksaan dari BPK dilakukan pada bulan Januari 2011 hingga Februari 2011 atau bahkan Maret 2011. Baru kemudian pemerintah dapat memberikan anggaran subsidi BBM kepada Pertamina pada bulan Maret atau April 2011. Itu pun kalau anggaran keuangan Negara memungkinkan. Kalau belum ada pemerintah hutang dulu kepada Pertamina.
Integrasi KTP Elektronik dengan Pengaturan Subsidi Pemerintah untuk Masyarakat
Di tahun 2011, pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri akan menerapkan Kartu Tanda Penduduk berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK) atau KTP Elektronik (e-KTP). Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi memastikan warga negara Indonesia tidak perlu mengeluarkan biaya sepeser pun untuk mengurus dan mendapatkan KTP elektronik ini. "KTP ini gratis. Penduduk tak dipungut biaya sepeser pun," kata Gamawan kepada wartawan di gedung KPK, Jakarta, Senin, 24 Januari 2011.
Untuk memastikan kebijakan ini berjalan, Gamawan mengatakan sudah melayangkan surat edaran pemberitahuan kepada seluruh kepala daerah yang ada di Indonesia. Untuk diketahui, sebelum menerapkan KTP elektronik ini, Kemendagri sudah pernah melakukan uji coba penerapan di enam daerah di Indonesia, yakni Cirebon, Padang, Jembrana, Makassar, dan Yogyakarta. Diharapkan, KTP elektronik ini nantinya bisa digunakan untuk bermacam keperluan, dari pengurusan akta tanah hingga pelayanan kesehatan. Kartu indentitas ini juga ditanami chip dan dibubuhi sidik jari. E-KTP juga diharapkan dapat mengatasi masalah identitas ganda seperti yang kerap muncul saat pemilihan umum.
Kemudian, dalam Rapat Kerja Nasional Kependudukan dan Pencatatan Sipil 2011 di Jakarta, Minggu, 10 April 2011, Mendagri mengatakan, sebanyak 197 kabupaten/kota di Indonesia telah menyatakan kesiapannya melaksanakan program KTP elektronik pada tahun 2011. "Tahun ini, 2011, 197 kabupaten/kota sudah mulai menerapkan KTP elektronik dan tahun depan, 2012, 300 kabupaten/kota menerapkan KTP elektronik," kata Gamawan.
Gamawan optimistis proyek pengadaan KTP elektronik yang menelan biaya sekitar Rp 6 triliun lebih itu akan berhasil. Dia yakin target penerapan KTP elektronik di 497 kabupaten/kota pada akhir 2012 dapat terwujud. Proyek penerapan KTP elektronik ini melibatkan 15 Kementerian dan didukung oleh lembaga-lembaga terkait.
Sebagai salah satu daerah yang ditunjuk pemerintah pusat untuk menjadi pilot project penerbitan KTP elektronik, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan menerapkan kartu tanda penduduk elektronik mulai 1 Agustus 2011. Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo kepada wartawan di Jakarta, Senin, 27 Juni 2011 menyatakan, proses pendataan e-KTP akan membutuhkan waktu tiga hingga empat bulan untuk menerbitkan sekitar 7,3 juta wajib KTP. Sedangkan bagi pembuatan KTP perorangan, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil akan membutuhkan waktu satu hingga dua minggu.
Selanjutnya, Kepala Dinas Dukcapil (Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil) DKI, Purba Hutapea mengatakan Database KTP elektronik itu nantinya akan terintegrasi secara nasional sehingga diharap dapat meminimalisir adanya KTP ganda.
Berkaitan dengan permasalahan subsidi BBM yang tidak tepat sasaran, penulis rasa hal ini bisa diatasi dengan memanfaatkan sistem KTP Elektronik ini. Database mengenai siapa, orang per orang yang membutuhkan subsidi BBM bisa didapatkan dari data yang ada di KTP Elektronik. Caranya begini, bikin saja regulasi/aturan bahwa dalam pengajuan KTP Elektronik, masyarakat disyaratkan untuk menyertakan slip gaji (dan apabila ada honor tambahan dari instansinya atau penghasilan dari luar, informasinya juga wajib dicantumkan. Mungkin penghasilan tambahan itu naik turun/tidak tetap, jadi buat saja secara rata-rata per bulannya), baik yang dari unsur pemerintah seperti PNS, POLRI, TNI, & BUMN, maupun perusahaan swasta. Sedangkan untuk wiraswasta, tentunya kejujuran dan kesadaran dirinya yang dibutuhkan. Dia cukup membuat semacam surat pernyataan penghasilan rata-rata per bulan, walaupun penghasilan harian/bulanannya tidak tetap. Nah informasi ini diminta untuk di-update (diperbaharui) per tahunnya. Karena ada kemungkinan ada perubahan penghasilan.
Dari database informasi penghasilan per bulan itu, pemerintah dapat menentukan siapa yang layak untuk mendapatkan subsidi BBM. Katakanlah yang berhak untuk disubsidi adalah warga dengan penghasilan di bawah Rp. 10 juta. Ini sekedar contoh, pemerintah tentunya perlu membuat kajian untuk dapat menentukan berapa nominal yang pas/pantas.
Nah, sesudah itu tentunya setiap SPBU (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum) perlu memiliki semacam alat yang terintegrasi dengan Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri untuk dapat mengakses KTP Elektronik yang berisi informasi database masyarakat. Dengan memasukkan KTP Elektronik ke alat ini, maka dapat diketahui warga mana yang bisa mendapatkan harga BBM subsidi, sekaligus langsung tercatat jumlah liter subsidi yang harus dibayarkan oleh pemerintah kepada Pertamina. Mengenai pembelian/pengadaan alat ini tergantung kebijakan pemerintah, apakah akan dibebankan kepada pengusaha SPBU atau memberatkan keuangan Negara.
Selanjutnya, tentunya orang juga tahu, bahwa selain memberikan subsidi untuk BBM, pemerintah juga memberikan subsidi listrik (yang dibayarkan oleh pemerintah kepada Perusahaan Listrik Negara/PLN), subsidi air (yang dibayarkan oleh pemerintah kepada Perusahaan Air Minum/PAM), serta subsidi untuk kesehatan dan pendidikan. Jadi, alat untuk mengakses informasi KTP Elektronik, selain dipasang di SPBU, juga perlu dipasang di loket pembayaran listrik PLN, loket pembayaran air PAM, serta Rumah Sakit pemerintah/Puskesmas. Untuk pembayaran online/loket di luar kantor resmi PLN/PAM seperti koperasi yang sudah banyak berjalan, warga/masyarakat bisa menyebutkan Nomor Induk Kependudukan kepada petugas, yang kemudian dengan aplikasi yang ada bisa menyatakan bahwa warga/masyarakat berhak mendapat subsidi atau tidak. Kemudian otomatis secara sistem dihitungkan nominal uang yang harus dibayarkannya.
Jadi, sebenarnya solusi agar subsidi pemerintah tepat sasaran, baik untuk BBM, listrik, air, mapun di bidang kesehatan dan pendidikan sudah bisa ditemukan. Sekarang tinggal kemauan dari pemerintah untuk menerapkannya, serta perlunya masyarakat untuk memahami dan mau untuk melek teknologi. Itu saja, tidak susah sebenarnya.
Referensi:
Koran tempo edisi Kamis, 30 Juni 2011
http://www.tekmira.esdm.go.id/currentissues/?p=464
http://www.tambangnews.com/berita/utama/882-komisi-vii-setujui-tambahan-kuota-bbm-bersubsidi-2010.html
http://regional.kompas.com/read/2011/01/24/20290813/Mendagri.KTP.Elektronik.Gratis
http://www.antaranews.com/berita/1302438511/mendagri-197-kabupaten-kota-terapkan-ktp-elektronik
http://www.gatra.com/2011-06-28/versi_cetak.php?id=149575
Comments
Post a Comment